Minggu, 10 Mei 2009

Karena Kuno, Diberi Nama Warga Sumur Windu

Setelah ditemukan bangunan kuno menyerupai tembok dan puluhan batu umpak, lesung dan lumpang, di area pembuatan batu-bata Dusun/Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto yang tak terawat, situs lain yang terbengkalai adalah bangunan sumur. Setidaknya di kawasan sumber ekonomi warga setempat terdapat tiga sumur kuno dinamai sumur windu.

Meski lokasinya berpencar namun jika melihat model dan bentuknya banyak kemiripan. Seperti bibir sumur atau batu bata yang sebagai peyangga kedalamalan sumnber air. Bila diamati lokasi sumur tersebut berada di sebelah timur tembok dan dikelilingi oleh batu umpak, lesung dan lumpang yang berserakan.

Hanya karena tidak ada kepedulian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Provinsi (BPPP) Jawa Timur dan warga setempat, tidak sedikit tumpukan batu-bata di bibir sumur yang dinamai sumur windu hilang. ”Dulunya tidak seperti ini, bibir sungainya rada tinggi. Kurang lebih sekitar 20 sentimeter,” ujar Salim, warga setempat.

Keruhnya perhatian dan perlindungan mengakibatkan sumur yang ditemukan pada tahun 1991 lalu seperti tak bernilai. Di sekitar sumur windu sudah dikelilingi rerumputan setinggi antara 20 sentimer sampai 30 sentimeter. ”Orang-orang di sini memang sudah tahu kalau ada sumur tua. Tapi karena dianggap tak bernilai jadi dibiarkan seperti ini. Mereka cukup mengenal sumur windu,” terang laki-laki yang pekerjaannya menggantungkan pada pembuatan batu-bata itu. Diberi nama windu karena usia sumurnya sudah mencapai ratusan tahun, setara dengan kejayaan Majapahit pada abad ke-13.

Meski hanya membersihkan rerumputan yang tumbuh di bibir sungai, apa yang dilakukan Salim bisa mengerutkan kening setiap orang yang melihatnya. Bila diamati, tumpukan batu bata sumur yang melingkar itu terlihat unik. Walau tidak diketahui siapa yang membuat, pastinya batu-bata yang digunakan bentuknya persegi panjang setengah melingkar (bengkok).

Satu batu-bata panjangnya mencapai 30 sentimeter dan lebar 15 sentimeter dengan ketebalan 5 sentimeter. ”Selain bata bengkok tidak ada yang lain. Karena ini bentuknya sumur bata-bata itu tertapi rapi mengikuti lubang sumur yang ada,” jelasnya.

Dia menuturkan kedalaman sumur kuno itu diperkirakan mencapai 9 meter hingga 10 meter. Akan tetapi saat kali pertama ditemukan sumur tidak mengeluarkan sumber air sedikit pun. ”Karena tertimbun dalam tanah,” urainya.

Dari tatak letaknya antara sumur yang satu dengan sumur yang lain lokasinya berjarak 50 meteran. Satu di sebelah barat, satu di tengah dan lainnya berada di sebelah timur. Ironisnya, sumur yang berada di timur sudah mengalami kerusakan berat. Terkadang oleh warga setempat difungsikan untuk membakar sampah.

”Ya mungkin karena lokasinya ada di pinggir jalan dan lapangan sepak bola supaya praktis biasanya warga membakar sampah di situ,” katanya.

Keberadaan sumur di area pembuatan batu-bata jika dikaitkan dengan situs tembok dan batu-batuan kuno yang berserakan sepertinya tidak bisa dipisahkan. Ada yang menyebut tembok kuno sepanjang 500 meter itu berfungsi sebagai pagar, sebagai lainya menduga bebatuan umpak, lesung dan lumpang digunakan sebagai penyangga rumah penduduk masa Kerajaan Majapahit. ”Kalau ditebak-tebak memang peninggalan Majapahit. Tapi kalau ada sumur dan tembok sepertinya bekas ada rumah di sekitar sini,” terang Kasun Klinterejo Shofii.

Kendati demikian hingga saat ini dia belum mengetahui satu dari warganya yang memahami sejarah keberadaan situs bernilai tinggi itu. ”Untuk saat ini kami belum tahu siapa yang tahu cerita situs di desa kami. Tapi setiap ada temuan baru kami selalu melaporkan ke BPPP,” tuturnya.

Dugaan keberadaan beberapa situs yang berserakan itu adalah bekas kompleks perumahan penduduk, tidak lantas disalahkan oleh BPPP. Sebaliknya, dari bukti-bukti yang ada mereka juga menebak bahwa di lokasi penggalian batu-bata adalah kompleks perumahan penduduk zaman Majapahit. ”Kalau melihat bata-bata yang rusak memang menyerupai tembok. Apalagi ada bekas genting dan batu-batuan,” ungkap Ningsuriyah, kasi Pemugaran BPPP yang diperbantukan bidang arkeolog.

Bila situs tersebut satu persatu dipadukan, Ningsuriyah tidak mengelak jika di dalam tanah seluas 2,5 hektare adalah bekas perumahan penduduk. ”Memang bangunanan rumah Majapahit (Hindu) mirip dengan rumah orang bali ada umpak-umpaknya. Untuk sementara dugaan kami memang ini bekas perumahan, apalagi ada bekas sumurnya,” jelasnya. (yr)

Sumber : MOCH. CHARIRIS, Mojokerto (Radar Mojokerto, Jawa Pos Group)

Sumber : www.mojokerto.info

Tidak ada komentar:

Posting Komentar